PENDIDIKAN - Pesantren, santri, dan kyai telah lama menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah panjang Indonesia. Sejak masa penjajahan hingga kini, peran mereka melampaui sekadar lembaga pendidikan atau tokoh keagamaan. Mereka adalah penjaga moral bangsa, pembawa semangat kebangsaan, dan garda terdepan dalam memperjuangkan serta mengisi kemerdekaan. Tak berlebihan jika kita menyebut bahwa tanpa pesantren, santri, dan kyai, mungkin arah perjuangan dan perkembangan bangsa ini akan berbeda. Namun, bagaimana sebenarnya peran pesantren, santri, dan kyai di setiap fase penting sejarah Indonesia?
Pesantren: Lembaga Pendidikan, Pusat Perlawanan
Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki akar yang kuat jauh sebelum Indonesia merdeka. Di masa penjajahan Belanda, pesantren tidak hanya berfungsi sebagai tempat belajar agama, tetapi juga benteng pertahanan budaya dan identitas bangsa. Saat sistem pendidikan kolonial berusaha menciptakan masyarakat yang tunduk, pesantren berdiri tegak mengajarkan nilai-nilai kemandirian, spiritualitas, dan perlawanan terhadap penindasan.
Kyai sebagai pemimpin pesantren memainkan peran yang sangat penting. Selain menjadi guru, mereka juga pemimpin spiritual yang memimpin masyarakat dalam melawan pengaruh kolonial. Mereka mengajarkan bahwa perjuangan melawan penjajahan bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal menjaga martabat sebagai bangsa yang berdaulat. Para santri, sebagai murid, menyerap ajaran ini dan siap menjadi garda depan dalam melawan penjajahan.
Tidak hanya itu, pesantren juga menjadi tempat di mana ide-ide nasionalisme mulai berkembang. Meskipun penjajah Belanda berusaha keras menekan gerakan kebangsaan, pesantren tetap menjadi ruang yang aman bagi diskusi-diskusi mengenai perlawanan dan kemerdekaan.
Santri dan Kyai dalam Perjuangan Fisik Kemerdekaan
Ketika Indonesia memasuki masa-masa perjuangan fisik, peran santri dan kyai semakin terlihat nyata. Salah satu momen paling bersejarah adalah dikeluarkannya Resolusi Jihad oleh Hadratus Syekh Kyai Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi ini tidak hanya menjadi seruan religius, tetapi juga menjadi panggilan jihad fi sabilillah bagi umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Resolusi tersebut memicu pertempuran heroik di Surabaya yang kemudian dikenang sebagai Pertempuran 10 November 1945, peristiwa yang berkontribusi besar dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia di tengah ancaman kembalinya penjajah.
Santri tidak hanya berperan sebagai prajurit, tetapi juga sebagai penggerak moral di medan perang. Kyai terus memberikan motivasi spiritual, mengingatkan bahwa mempertahankan tanah air adalah bagian dari jihad dalam agama. Semangat perjuangan ini membuat banyak santri gugur sebagai syuhada di medan perang. Mereka bukan hanya sekadar pejuang fisik, tetapi juga pejuang spiritual yang rela mengorbankan nyawanya demi kemerdekaan bangsa.
Baca juga:
Rektor UIN Malang Tutup Sidang Pleno
|
Mengisi Kemerdekaan: Pesantren sebagai Pilar Pembangunan Bangsa
Setelah Indonesia merdeka, tantangan baru muncul: bagaimana mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan dengan darah dan air mata. Di sinilah pesantren, santri, dan kyai kembali memainkan peran krusial. Pesantren berkembang menjadi lebih dari sekadar tempat pendidikan agama. Di era modern, pesantren menjadi pusat pendidikan yang mengajarkan ilmu pengetahuan umum, teknologi, ekonomi, dan berbagai keterampilan yang relevan dengan kebutuhan zaman.
Para kyai dan santri pun berperan besar dalam menjaga moralitas bangsa di tengah arus modernisasi. Pesantren menjadi pilar dalam membangun etika, integritas, dan jiwa kebangsaan di kalangan masyarakat. Lebih dari itu, pesantren juga berperan aktif dalam memperkuat persatuan bangsa. Nilai-nilai Pancasila dan kebangsaan terus ditanamkan di dalam pesantren, menjadikannya tempat yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga pemimpin masa depan yang berintegritas.
Pada masa ini, banyak kiyai dan alumni pesantren yang terlibat aktif dalam pemerintahan. Mereka menjadi politisi, birokrat, dan tokoh masyarakat yang membawa nilai-nilai pesantren ke dalam kebijakan publik. Dalam bidang ekonomi, pesantren juga menjadi pelopor pengembangan kewirausahaan berbasis syariah, mendorong kemandirian ekonomi umat Islam.
Pesantren di Era Digital: Tantangan dan Peluang
Di era globalisasi dan digitalisasi, pesantren menghadapi tantangan baru, tetapi juga membuka peluang besar. Tantangan terbesar adalah bagaimana mempertahankan nilai-nilai tradisional Islam di tengah gempuran modernitas dan teknologi. Namun, banyak pesantren yang telah berhasil beradaptasi dengan zaman. Mereka mulai menerapkan teknologi dalam sistem pembelajarannya, mengintegrasikan ilmu agama dengan sains dan teknologi, serta mendorong santri untuk melek digital.
Peran pesantren dalam menjaga moralitas dan persatuan bangsa menjadi semakin penting di era ini. Ketika masyarakat mulai terfragmentasi oleh arus informasi yang tidak terkendali, pesantren hadir sebagai benteng moral yang membimbing masyarakat untuk tetap berada di jalan yang benar, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Islam.
Pesantren, Pilar Keberlanjutan Bangsa
Sejarah Indonesia membuktikan bahwa pesantren, santri, dan kyai telah berperan besar dalam setiap fase perjalanan bangsa. Dari penjajahan hingga kemerdekaan, mereka telah menjadi garda terdepan dalam mempertahankan kedaulatan dan membangun karakter bangsa. Kini, di era modern, peran mereka semakin luas dan kompleks, namun tetap menjadi benteng utama dalam menjaga moralitas, persatuan, dan kesejahteraan bangsa.
Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan simbol perlawanan, kemandirian, dan pembangunan bangsa. Para santri dan kyai terus berkontribusi dalam membangun Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur. Peran mereka tidak akan pernah usang, melainkan akan terus relevan sepanjang zaman, memberikan cahaya bagi perjalanan bangsa Indonesia ke depan.
Selamat Hari Santri Nasional!
Jakarta, 22 Oktober 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi